Ketika kesalahan sudah terlanjur diperbuat, Nabi Adam cepat menyadari bahwa dirinya, sama seperti hamba-hamba Allāh yang lain, tidak akan dapat lari dari sunnah Allāh yang berlaku untuk suatu kesalahan, bahwa kezaliman terhadap siapa pun, apapun bentuknya, pasti menyebabkan kerugian, sedangkan ampunan dan rahmat Allāh menyebabkan terhapusnya kezaliman dan akibat-akibatnya serta tertutupinya segala macam kekurangan dan cela dalam semua perkara hidup.
Dalam keadaan penuh sesal dan sangat membutuhkan ampunan dan rahmat Allāh, tetapi diri sadar bahwa kesalahan yang terlanjur diperbuat telah menempatkannya pada posisi yang tidak lagi pantas menyandang kedudukan terhormat dan mulia di sisi Allāh, Nabi Adam dan istrinya berdoa : “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’rāf (7) : 23).
Ungkapan doa mereka ini bukan puitisasi permohonan, tetapi benar-benar merupakan ungkapan permohonan yang baik, benar dan indah (ablaghu s-su-āl) serta jelas dan berbobot (afshahu l-iqtirāh). Mengandung makna yang terasa lebih mendalam daripada jika mereka berdoa dengan ungkapan : “Tuhan, ampuni dan rahmatilah kami.”
Dalam doa mereka itu terasa ada pengakuan yang tulus dan kepasrahan yang total. Seolah mereka berkata : “Jika kerugian dalam hidup memang harus menimpa kami, sungguh pantas bagi kami dan tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya, kecuali ampunan-Mu menyentuh kami dan selanjutnya rahmat-Mu selalu menyelubungi kami.”
Berdoa dengan ungkapan permohonan yang baik, benar, indah, jelas dan berbobot adalah salah satu etika hamba ketika memohonkan hajatnya kepada Allāh. Tidak berlebihan-lebihan atau berusaha mempuisikannya, karena berdoa dengan ungkapan kehinaan dan kebutuhan itu diperintahkan, sedangkan berdoa dengan bersajak malah tidak perlu dipentingkan. Sehingga yang terbaik adalah berdoa dengan doa-doa yang diriwayatkan dalam Al-Qur-ān dan hadits.
“Berdoalah kepada Tuhan kamu sekalian dengan penuh kerendahan dan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan dalam berdoa kepada-Nya.” (Qs. Al-A’rāf (7) : 55).
Nabi bersabda : “Jauhilah oleh kamu sekalian sajak dalam berdoa. Cukuplah apabila kamu mengatakan : Ya Allāh, sesungguhnya aku memohon surga kepada-Mu juga perkataan dan perbuatan yang mendekatkanku kepadanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka juga dari perkataan dan perbuatan yang mendekatkanku kepadanya.”
Demikianlah kadar doa yang mencukupi. Yang penting doa itu disertai dengan ketulusan dan kepasrahan kepada Allāh sebagaimana ketulusan dan kepasrahan Nabi Adam dan istrinya sewaktu memohon ampunan dan rahmat Allāh.
(nyambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar